Recent Comments

Sabtu, 30 Juni 2012

OPERASI GANTI KELAMIN

0

Operasi Ganti Kelamin

Mukadimah
Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya dan menjadikan di antara mereka ada yang pria dan ada yang wanita. Semua itu terjadi dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah berfirman:
لِّلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَـٰثًۭا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ ﴿٤٩﴾ أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًۭا وَإِنَـٰثًۭا ۖ وَيَجْعَلُ مَن يَشَآءُ عَقِيمًا ۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٌۭ قَدِيرٌۭ ﴿٥٠﴾
Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (QS al-Syūrā [42]: 49–50)
Maka kewajiban bagi manusia adalah ridho dan menerima dengan keputusan Allah dan meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang Allah pilihkan baginya adalah yang terbaik bagi dirinya.
Sungguh ironis bahwa ada segelintir orang yang nyeleneh (ganjil) dan memiliki kelainan merasa kurang puas dengan keputusan Allah tersebut. Mereka berusaha untuk mengubah jenis kelaminnya, entah karena merasa rendah diri dengan jenis kelaminnya, pergaulan yang salah, meniru gaya dan mode barat, kemauan hawa nafsu, kebebasan hak, atau faktor-faktor lainnya. Akibatnya, semakin banyak bermunculan manusia-manusia aneh bernama “waria” [1] yang disponsori oleh berbagai media!! Di antara para waria tersebut ada yang masih berkelamin asli dan ada yang telah mengganti kelaminnya dengan operasi.
Bagaimanakah sebenarnya pandangan agama terhadap operasi ganti kelamin seperti itu? Adakah di antara modelnya yang diperbolehkan? Tulisan singkat berikut ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan jawabannya.
Gambaran Masalah
Maksud pembahasan ini adalah operasi kelamin yang mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau dari perempuan menjadi lelaki. Operasi ini terbagi menjadi dua jenis:
1.    Mengubah kelamin laki-laki menjadi perempuan, yaitu dengan menghilangkan organ kelamin yang dimiliki lelaki berupa zakar dan testis (buah zakar), lalu para dokter membuatkan rahim dan membesarkan payudaranya.
2.    Mengubah kelamin perempuan menjadi laki-laki, yaitu dengan menghilangkan dua payudaranya, dan mengangkat rahimnya, lalu membuatkan alat kelamin laki-laki baginya.
Operasi kelamin tersebut telah menyebar pada dekade terakhir di negara-negara barat. Faktor penyebabnya, para penderita penyakit ini tidak menerima dan tidak suka akan jenis kelamin yang telah ditetapkan Allah untuknya baik karena salah pendidikan dan salah pergaulan sejak kecil atau sebab-sebab lainnya.[2]
Pandangan Syariat Islam Tentang Operasi Kelamin
Syariat Islam menilai jenis operasi (ganti kelamin) ini termasuk operasi yang haram dikarenakan beberapa argumen sebagai berikut:[3]
1.    Operasi ini termasuk mengubah ciptaan Allah
Allah Taala berfirman tatkala menceritakan ucapan Iblis — semoga Allah melaknatnya:
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَـٰمِ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَـٰنَ وَلِيًّۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًۭا مُّبِينًۭا ﴿١١٩﴾
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” Barang siapa yang menjadikan setan pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS al-Nisā’ [4]: 119)
Ayat ini menunjukkan haramnya mengubah ciptaan Allah. Dan tidak diragukan bahwa operasi jenis kelamin termasuk mengubah ciptaan Allah.[4]
2.    Operasi termasuk larangan tasyabbuh kepada lawan jenis
Dalil larangan ini adalah hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jalan Abdullah bin Abbasradhiallahu ‘anhu:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai lelaki. (HR al-Bukhari: 4/38)
Hadis ini menunjukkan haramnya dan terlaknatnya kaum laki-laki menyerupai perempuan dan juga sebaliknya. Jenis operasi ini termasuk dosa besar[5] karena seorang laki-laki ketika meminta operasi ini bermaksud hendak menyerupai perempuan, dan begitu pula sebaliknya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Hikmah terlarangnya hal ini (menyerupai lawan jenis) adalah karena mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Mahabijaksana. Hal ini diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang menyambung rambut palsu, ‘Wanita yang mengubah ciptaan Allah.’ ” [6]
Apa yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di atas mencakup juga masalah kita sekarang ini, karena hal ini merupakan sarana menuju keharaman. Dengan demikian maka membantunya termasuk tolong-menolong dalam dosa dan keharaman.
3.    Operasi ini mengandung pelanggaran syariat tanpa udzur
Sebab, di dalam proses operasi dokter membuka aurat laki-laki dan wanita—yang jelas diharamkan oleh syariat—padahal tidak ada kebutuhan mendesak. Dengan demikian, kita harus kembali kepada hukum asal keharamannya dan keharaman setiap sarananya.
4.    Operasi ini melawan ketentuan Allah
Persaksian para ahli kedokteran bahwa operasi tersebut tidak ada satu pun faktor pendorongnya dari segi kedokteran, kecuali hanya keinginan untuk melawan ketentuan Allah yang menetapkannya sebagai laki-laki atau wanita.[7]
5.    Operasi ini termasuk larangan mengebiri
Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli fikih Hijaz dan Kufah bahwasanya mengebiri anak Adam tidak halal dan tidak boleh karena termasuk merusak.” [8] Ibnu Hajarrahimahullah berkata, “Mengebiri hukumnya haram tanpa ada perselisihan, ditambah lagi adanya beberapa bahaya seperti menyiksa diri, menghilangkan kelelakian, mengubah ciptaan Allah, kufur nikmat karena kelelakian itu adalah nikmat yang besar, kalau seandainya hal itu dihilangkan berarti menyerupai perempuan dan memiliki kekurangan.” [9]
Kalau mengebiri yang berkaitan dengan satu organ tubuh (zakar) saja diharamkan, lantas bagaimana dengan operasi yang mengubah jenis kelamin semua anggota tubuh manusia. Tentu saja hal itu lebih tidak boleh dan lebih haram hukumnya. Oleh karena itu, tidak boleh dokter atau siapa pun baik laki-laki maupun perempuan melakukan operasi ini. Wallahu A’lam.
6.    Operasi ini termasuk penipuan
Penipuan jelas diharamkan dalam Islam, sedangkan perubahan jenis kelamin termasuk penipuan yang sangat nyata. Bagaimanakah seandainya ada seorang yang ingin melamarnya padahal dia tidak tahu hakikatnya?! Apalagi wanita (pria yang berganti kelamin menjadi wanita, Red.) biasanya dalam kondisi seperti itu tidak bisa melahirkan, bukankah ini suatu penipuan?!
7.    Operasi ini membawa bahaya yang sangat banyak
Dalam ajaran Islam, kita dilarang untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain. Operasi ini dengan fakta kedokteran sangat berbahaya dan tidak memberikan manfaat. Apalagi hal itu juga akan mempersulit seseorang dalam masalah kewajiban agama, sebab dalam Islam ada beberapa kewajiban yang berbeda antara lelaki dan perempuan.
Dengan argumen-argumen di atas, operasi kelamin jenis ini tidak diragukan lagi keharamannya. Maka tidak boleh siapa pun bantu-membantu di dalamnya.
Adakah Operasi Kelamin yang Boleh?
Apa yang kami paparkan di atas adalah bagi seorang yang sehat dan jelas status kelaminnya. Namun, bagaimanakah dengan seorang yang tidak jelas kelaminnya baik dengan memiliki alat kelamin pria dan wanita sekaligus, tidak memiliki alat pria dan wanita sama sekali, dan sebagainya. Mereka dalam kitab fikih biasa disebut dengan khunsa (Arab: خنثى /khuntsā/) ‘banci’. Orang yang model seperti ini ada dua keadaan:
1.    Seorang yang memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol untuk digolongkan kepada salah satu jenis kelamin baik pria atau wanita.
2.    Seorang yang tidak memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol untuk digolongkan kepada salah satu jenis kelamin baik pria atau wanita.
Bagaimana pandangan agama terhadap dua golongan ini?! Jawabannya, melakukan operasi kelamin untuk dua golongan ini adalah boleh, berdasarkan argumen-argumen berikut:
1.    Dua macam tadi termasuk penyakit yang diperbolehkan syariat Islam untuk diobati berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menganjurkan pengobatan dan menghilangkan penyakit. Dan ini sama sekali bukanlah termasuk mengubah ciptaan Allah karena tujuannya bukanlah untuk kepentingan selera hawa nafsu melainkan untuk menghilangkan kecacatan dan mengembalikan badan kepada bentuk yang positif.
2.    Syariat Islam datang dengan membawa maslahat dan menghilangkan mudarat sebagaimana hal ini termasuk kaidah dasarnya yang sangat agung. Dan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa membiarkan dua golongan tadi dalam penyakit mereka tanpa pengobatan berarti membiarkan mereka dalam mudarat, kesusahan, dan beban mental, sebab khunsa (banci) adalah cacat dalam pandangan manusia dan dalam hukum fikih. Oleh karena itu, para fukaha menyebutkan bahwa budak yang banci adalah cacat sehingga boleh untuk dikembalikan[10] dan mereka juga menegaskan bahwa apabila salah seorang dari pasangan suami istri terbukti banci maka boleh bagi yang lain untuk mundur dari pernikahan.[11]
3.    Syariat Islam terkadang memberikan kewajiban tertentu pada jenis kelamin tertentu, seperti mewajibkan bagi kaum lelaki untuk salat Jumat, jihad, dan sebagainya, sebagaimana mewajibkan bagi perempuan untuk berjilbab dan sebagainya. Maka orang yang khunsa akan bergantung hukumnya dan tidak jelas, berbeda halnya apabila diobati dan dipositifkan maka akan jelas perkaranya.
Namun, perlu diperhatikan bersama bahwa perbolehan operasi jenis ini terikat dengan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1.    Adanya penelitian dari para ahli kedokteran terlebih dahulu tentang kebenaran adanya kebancian pada pasien tersebut karena bisa jadi hanya sekadar sebagai alasan saja.
2.    Operasi ini hanyalah cara satu-satunya, tidak ditemukan cara selain operasi. Jika memang ditemukan cara lain maka cara itulah yang diprioritaskan.
3.    Menurut dugaan kuat operasi ini membawa hasil yang positif sebagaimana diharapkan yaitu kejelasan status jenis kelamin pasien setelah operasi.[12]
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.    Mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya adalah haram. Maka tidak boleh bagi dokter untuk membantu operasi ini.
2.    Seorang khunsa (banci) yang jenis kelaminnya ada yang lebih jelas atau tidak jelas maka boleh disempurnakan menjadi positif setelah melalui penelitian para dokter.[13]
Demikianlah pembahasan yang dapat kami utarakan. Semoga bermanfaat.

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Artikel www.abiubaidah.com
Daftar Referensi
1.    Al-Jirāhah al-Tajmīliyyah. Dr. Shalih bin Muhammad al-Fauzan. Dar Tadmuriyyah, KSA, cet. pertama, 1428 H.
2.    Ahkām al-Jirāhah al-Thibbiyyah. Dr. Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar al-Syinqithi, Maktabah Shahabah, Emirat, cet. ketiga, 1424 H.
3.    Al-Ahkām al-Thibbiyyah al-Muta’alliqah Bi al-Nisā’. Dr. Muhammad Khalid Manshur. Dar Nafais. Yordania, cet kedua 1424 H.
4.    Taghyīr Khalqillāh. Dr. Zarwati Rabih, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet. pertama, 1428 H.
5.    Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. KH Ma’ruf Amin dkk. (ed), edisi ketiga, cetakan CitravisiADVERTSIGN. Jakarta 2010.


[1]     Waria (akronim): wanita pria; pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita; pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita; wadam. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, 2005)
[2]     Jirāhah al-Tajmīl Bayna al-Mafhūm al-Thibbiy wa al-Mumārasah karya dr. Majid Abdul Majid Thahbub hlm. 424
[3]     Disadur dari Ahkām al-Jirāhah al-Thibbiyyah hlm. 134–136, al-Ahkām al-Thibbiyyah al-Muta’alliqah Bi al-Nisā’ hlm. 203–205, al-Jirāhah al–Tajmīliyyah hlm. 537–543. Dan dalam penerjemahan ini kami dibantu oleh saudara kami, Shofwu Mikwanil Muttaqin bin Aunur Rafiq — jazāhu-Allahu khayran.
[4]     Lihat masalah ini secara luas dalam Taghyīr Khalqillah karya Dr. Zarwati Rabih.
[5]     Karena ancaman dengan laknat termasuk patokan dosa besar. (Lihat Tafsīr al-Qurthubiy: 5/160, Majmū’ al-Fatāwā karya Ibnu Taimiyah: 11/650-651, al-Kabāir karya al-Dzahabi hlm. 7)
[6]     Fath al-Bāriy karya Ibnu Hajar: 1/333
[7]     Berkata dr. Majid Abdul Majid Thahbub — setelah menjelaskan tentang alasan-alasan yang diajukan oleh orang-orang yang meminta operasi tersebut, “Tidak ada keraguan lagi bagi saya bahwa operasi tersebut hanyalah melawan ketentuan Allah yang menentukan jenis kelamin manusia.” (Jirāhah al-Tajmīl Bayna al-Mafhūm al-Thibbiy wa al-Mumārasah hlm. 424)
[8]     Tafsīr al-Qurthubiy: 5/391
[9]     Fath al-Bāriy: 9/119
[10]    Lihat Rawdhah al-Thālibīn: 3/461, al-Asybah wa al-Nazhāir hlm. 424 dan al-Mughniy: 6/236.
[11]    Lihat Mughni al-Muhtāj: 3/203, al-Mughniy: 10/59, Kasyaf al-Qanā’: 5/110!
[12]    Lihat al-Jirāhah al-Tajmīliyyah hlm. 544–564 dan al-Ahkām al-Thibbiyyah hlm. 207–208!
[13]    Kesimpulan ini merupakan fatwa MUI pada 12 Rajab 1400 H sebagaimana dalam Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia hlm. 561, keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islāmiy di Mekah, 13–20/7/1409 H, keputusan Dar al-Iftā’ al-Mishriyyah, dan keputusan muktamar Islam tentang kedokteran 20/8/1407 H.

Read more

FACEBOOK DAN PERILAKU MANUSIA

0

Plus Minus “Facebook

Pada era modern ini, kemajuan teknologi adalah sebuah fenomena alam nyata yang tak terhindarkan dari lini kehidupan umat manusia. Bahkan seakan-akan alat-alat modern tersebut nyaris merasuk ke jantung setiap orang, lintas budaya, suku, bangsa, dan agama.
Di antara alat teknologi modern tersebut adalah internet dengan berbagai variasi program di dalamnya, termasuk di antaranya situs jejaring sosial yang dinamakan “Facebook” yang kini terkenal luas dan diminati banyak orang.
Nah, sebagai seorang muslim yang sejati, hendaknya kita menempatkan alat ini untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai lahan pahala bagi kita berupa dakwah, silaturrahmi dan sebagainya, bukan malah menjadikannya sebagai alat ghibah (gunjingan), fitnah, provokasi, gosip, nafsu berahi, dan sebagainya. Oleh karena itu, pada edisi kali ini sedikit akan kami sampaikan secara ringkas tentang fiqih penggunaan Facebook dalam syari’at Islam. Semoga bermanfaat.
Definisi Facebook dan Sejarahnya
Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial dan situs web yang diluncurkan pada Februari 2004 yang dioperasikan dan dimiliki oleh Facebook, Inc. Pada Januari 2011, Facebook memiliki lebih dari 600 juta pengguna aktif. Pengguna dapat membuat profil pribadi, menambahkan pengguna lain sebagai teman dan bertukar pesan, termasuk pemberitahuan otomatis ketika mereka memperbarui profilnya. Selain itu, pengguna dapat bergabung dengan grup pengguna yang memiliki tujuan tertentu, diurutkan berdasarkan tempat kerja, sekolah, perguruan tinggi, atau karakteristik lainnya. Nama layanan ini berasal dari nama buku yang diberikan kepada mahasiswa pada tahun akademik pertama oleh administrasi universitas di AS dengan tujuan membantu mahasiswa mengenal satu sama lain. Facebook memungkinkan setiap orang berusia minimal 13 tahun menjadi pengguna terdaftar di situs ini.
Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama teman sekamarnya dan sesama mahasiswa ilmu komputer: Eduardo Saverin, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes. Keanggotaan situs web ini awalnya terbatas untuk mahasiswa Harvard saja, kemudian diperluas ke perguruan lain di Boston, Ivy League, dan Universitas Stanford. Situs ini secara perlahan membuka diri kepada mahasiswa di universitas lain sebelum dibuka untuk siswa sekolah menengah atas, dan akhirnya untuk setiap orang yang berusia minimal 13 tahun.[1]
Pergerakan dan popularitas Facebook semakin tumbuh dari hari ke hari. Dari berbagai penjuru, warga dunia menggunakan fasilitas ini, termasuk Indonesia. Sehingga menurut statistik, pada 16 Maret 2009 jam 14. 00 WIB, ada 2.235.280 orang yang menyatakan warga Indonesia di Facebook.[2]
Plus Minus Facebook
Facebook ini ibarat seperti sebuah pisau, bisa mengandung manfaat bila digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat tetapi juga bisa membawa bahaya bila digunakan untuk tindak kejahatan. Demikian halnya dengan Facebook—yang merupakan jejaring sosial—bisa digunakan sebagai wadah silaturrahmi di dunia maya, berdakwah, menimba ilmu, dan sebagainya. Namun, sebaliknya Facebook juga bisa digunakan sebagai ajang maksiat. Berikut ini penjelasannya lebih terperinci:
1.    Manfaat Facebook
Di antara manfaat Facebook adalah sebagai berikut:
a.    Sebagai sarana dakwah
Facebook bisa digunakan sebagai sarana dakwah yang bagus di tengah keringnya ilmu dan informasi tentang Islam yang benar, sehingga betapa banyak orang mendapatkan hidayah disebabkan membaca artikel di Facebook atau diskusi di Facebook.
b.   Wadah silaturrahmi
Facebook bisa digunakan sebagai wadah untuk menyambung silaturrahmi antara sesama teman, orang tua, kerabat, murid, atau guru dan ajang untuk mencari kawan lebih banyak lagi yang itu hukum asalnya adalah boleh-boleh saja.
c.    Menyimpan file/tulisan
Tulisan yang disimpan di komputer bukan tidak mungkin akan hilang saat komputer terkena virus. Akan tetapi, jika disimpan di Facebook, maka file tersebut tetap akan selamat selama account masih aktif.
2.    Keburukan Facebook
Di antara keburukan Facebook adalah sebagai berikut:
a.    Kecanduan
Banyak dari pengguna Facebook merasa asyik berbalas atau chatting, sehingga mereka menjadi lupa pada waktu, tugas kewajibannya, bahkan ada yang sampai dibuat lalai dari aturan agama gara-gara kecanduan Facebook.
b.   Wadah maksiat
Banyak dari para pengguna Facebook tidak mengindahkan aturan agama sehingga menjadikan Facebook sebagai wadah maksiat, berupa ghibah, fitnah, gosip, pacaran, dan sebagainya.
c.    Gambar foto
Di antara wabah Facebook yang sangat perlu diperhatikan adalah budaya menampilkan foto-foto pribadi yang jelas akan dilihat banyak orang, bahkan terkadang yang ditampilkan adalah foto-foto seronok yang mengumbar nafsu. Oleh karenanya, bagi para pengguna Facebook hendaknya mengganti foto-foto tersebut dengan foto-foto lain yang tidak bermasalah seperti pemandangan alam dan sejenisnya.[3]
Facebook, Halal Atau Haram?
Booming-nya layanan jejaring sosial Facebook menuai kontroversi di kalangan para tokoh agama. Sehingga dahulu pernah diberitakan bahwa pondok pesantren se-Jawa Timur dan Madura yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri mengharamkan pemanfaatan Facebook secara berlebihan seperti mencari jodoh maupun pacaran. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam bahtsul masail di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kediri, Jatim. Namun, fatwa ini akhirnya menuai protes dari para para tokoh moderat, bahkan ada sebagian kalangan yang menilai bahwa fatwa tersebut “kolot” dan “ketinggalan zaman”.
Sebenarnya tidak ada kontradiksi bila kita mau memadukan antara kedua pendapat tersebut. Sebab, kami rasa kita semua sepakat bahwa Facebook hanyalah sekadar sebuah alat saja, bukan haram secara zatnya, namun semua itu tergantung pada penggunaannya. Maka substansi fatwa para tokoh yang melarangnya seharusnya kita ambil faedahnya yaitu agar penggunaan Facebook bukan untuk kemaksiatan melainkan harus diarahkan kepada yang positif.
Syaikh Muhammad asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pembagian yang benar mengenai sikap dalam menghadapi penemuan modern Barat terbagi menjadi empat macam:
1.    Meninggalkan penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
2.    Menerima penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
3.    Menerima yang berbahaya dan meninggalkan yang bermanfaat.
4.    Mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang berbahaya.
Dengan pembagian penemuan modern menjadi empat ini, ternyata kita dapati bahwa pertama, kedua, dan ketiga adalah batil tanpa diragukan lagi, berarti yang benar hanya satu yaitu keempat.”[4]
Tentu saja, Facebook adalah termasuk masalah kontemporer yang tidak ada dalilnya secara khusus. Namun, bila kita telaah kaidah-kaidah fiqhiyyah yang telah mapan, dapat kita temukan beberapa argumentasi yang menunjukkan hukum asal penggunaan Facebook adalah boleh, setidaknya ada dua kaidah fiqih yang bisa kita terapkan untuknya:
1.    Asal segala urusan dunia hukumnya boleh
Kaidah ini merupakan kaidah yang agung sekali, yaitu bahwa asal semua urusan dunia adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya dan asal semua ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.
Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits yang menunjukkan kaidah berharga ini, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ (kesepakatan) tentang kaidah ini.[5] Cukuplah dalil yang sangat jelas tentang masalah ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salalm:
إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ ، وَإِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ
“Apabila itu urusan dunia kalian maka itu terserah kalian, dan apabila urusan agama maka kepada saya.”[6]
Bila ada yang mengatakan, “Bagaimana apabila alat dunia tersebut ditemukan oleh orang nonmuslim?” Jawabnya: Sekalipun begitu, bukankah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa salalm dahulu menerima strategi membuat parit sebagaimana usulan Salman al-Farisi ketika Perang Khondaq?! Jadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm menerima strategi tersebut walaupun asalnya adalah dari orang-orang kafir dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm tidak mengatakan bahwa strategi ini najis dan kotor karena berasal dari otak orang kafir. Demikian juga tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm berhijrah ke Madinah, beliau meminta bantuan seorang penunjuk jalan yang kafir bernama Abdulloh al-Uraiqith. Semua itu menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari orang-orang kafir dalam masalah dunia dengan tetap mewaspadai virus agama mereka. Dalam kata hikmah Arab dikatakan:
اجْتَنِ الثِّمَارَ وَأَلْقِ الْخَشَبَةَ فِي النَّارِ
Ambillah buahnya dan buanglah kayunya ke api.[7]
Maka tidak selayaknya seorang hamba menolak nikmat Allah tanpa alasan syar’i dan tidak halal baginya untuk mengharamkan sesuatu tanpa dalil.
2.    Sarana tergantung kepada tujuannya
Ini juga merupakan kaidah yang sangat penting dan berharga sekali.[8] Tidak ragu lagi bahwa dakwah, silaturrahmi, menimba ilmu, dan lainnya merupakan tujuan yang mulia, maka segala sarana yang menuju kepada tujuan tersebut hukumnya seperti tujuannya. Hal ini sama persis dengan hukum menaiki pesawat terbang untuk berangkat haji, menggunakan bom, tank, dan alat-alat canggih modern untuk jihad dan sebagainya; tidak diragukan tentang bolehnya karena alat-alat tersebut merupakan sarana menuju ibadah yang mulia.
Kesimpulannya, bahwa Facebook layaknya alat-alat teknologi lainnya seperti telepon, radio, tipe dan sebagainya, bisa digunakan untuk menimbulkan kerusakan aqidah, pemikiran, akhlak dan sebagainya tetapi ini tidak boleh hukumnya dalam pandangan syari’at. Dan bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Maka seyogianya bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan alat ini ini hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat agar dakwah Islam semakin berkembang dan menyebar. WAllahu A’lam.[9]
Etika Seorang Muslim Ber-Facebook
Facebook adalah jejaring sosial. Itu berarti kita hidup dalam kawasan pertemanan dan pergaulan. Maka etika-etika bergaul harus diperhatikan. Ada beberapa etika yang perlu kami sampaikan kepada para pengguna Facebook sebagai nasihat bagi kita semuanya:
1.    Jadikan sebagai ladang pahala
Hendaknya seorang yang masuk pada situs ini meluruskan niatnya terlebih dahulu, dia benar-benar ingin menjadikan Facebook untuk sesuatu yang bermanfaat sebagai ajang silaturrahmi, berdakwah, menimba ilmu, dan sebagainya.
2.    Mengatur waktu
Hendaknya pengguna Facebook memahami akan mahalnya waktu. Janganlah dia terjebak dalam kesia-siaan atau terlena keenakan chatting sehingga lalai dari sholatnya, kewajiban, dan tugasnya di rumah atau tempat kerja.
3.    Waspadailah zina mata dan hati
Dalam Facebook akan di-posting foto-foto pengguna Facebook lainnya yang terkadang mereka adalah foto-foto lawan jenis. Tidak menutup kemungkinan muncul nafsu berahi dengan melihatnya. Maka hendaknya kita takut kepada Allah dan menyadari bahwa semua itu adalah ujian akan keimanan kita kepada-Nya.
4.    Jagalah kata-kata
Janganlah kita merasa bebas menulis status atau komentar dan kata-kata di Facebook. Pilihlah kata-kata yang baik dan menyenangkan. Jangan menulis kata-kata yang kotor, fitnah, provokasi, gosip, ghibah (gunjingan), dan sebagainya. Seorang muslim harus menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dapat menodai keimanannya.

Demikianlah fiqih Facebook yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan ini membawa manfaat bagi semuanya. Aamiin.

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Artikel www.abiubaidah.com
Daftar Referensi
1.    Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka. Yuniardi Syukur. Diva Press, cetakan pertama, Agustus 2009 M.
2.    Al-Ahkam al-Fiqhiyyah li Ta’amulat Iliktroniyyah. Dr. Abdurrohman as-Sanad. Dar al-Warroq, cetakan ketiga, 1427 H.
3.    Dan lain-lain.


[2]    Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka hlm. 9–21 karya Yuniardi Syukur
[3]    Lihat Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka hlm. 26–31 karya Yuniardi Syukur.
[4]    Adhwa‘ul Bayan: 4/382
[5]    Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/166 oleh Imam Ibnu Rojab
[6]    HR. Ibnu Hibban: 1/201 dan sanadnya shohih sesuai dengan syarat Muslim
[7]    Lihat pula al-Adzbu an-Namir min Majalis Syinqithi fi Tafsir: 2/602 oleh Kholid bin Utsman as-Sabt dan risalahRof’u Dzull wa Shoghor hlm. 42–45 oleh Syaikh Abdul Malik Romadhoni.
[8]    Lihat al-Qowa’id wal Ushul Jami’ah hlm. 13–19 oleh Syaikh Abdurrohman as-Sa’di.
[9]    Lihat al-Ahkam al-Fiqhiyyah li Ta’amulat Iliktroniyyah hlm. 82 oleh Dr. Abdurrohman as-Sanad.

Read more

KETIKA HP BERDERING SEWAKTU SHALAT

0

KETIKA HP BERDERING KETIKA SHOLAT

Muqoddimah
Suatu ketika, ada seorang ikhwan mengajukan pertanyaan kepada penulis saat dauroh di salah satu kota luar Jawa, “Ustadz, kemarin ada kejadian di masjid kampung, ketika kami tengah menjalankan sholat, tiba-tiba HP seorang makmum berdering dengan nada suara tawa seorang bayi. Spontan saja, nada lucu itu membuat geli jama’ah sholat dan membuat sebagian mereka tak kuasa menahan tawa. Bagaimana hukum sholatnya, apakah batal ataukah tidak?”
Kejadian di atas ternyata bukanlah satu-satunya. Masih banyak kejadian serupa yang terjadi karena ulah HP yang tidak terkondisikan dengan baik. Bukankah sering kita mendengarkan nada HP alunan musik dan nyanyian saat kaum muslimin bermunajat kepada Alloh di rumah-Nya yang mulia?!
Dari sinilah, hati ini terdorong untuk membahas masalah hukum mematikan dering HP di tengah sholat. Semoga Alloh menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita.
HP, Sebuah Anugerah Ilahi
Saudaraku, sesungguhnya nikmat Alloh kepada hamba-Nya banyak sekali pada sepanjang zaman dan tempat. Alloh berfirman:
وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَظَلُومٌۭ كَفَّارٌۭ ﴿٣٤﴾
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Alloh). (QS. Ibrohim [14]: 34)
Di antara nikmat tersebut adalah ditemukannya alat-alat elektronik modern seperti telepon dan HP yang sangat besar manfaatnya dalam mempermudah urusan manusia di dunia. Oleh karenanya, hendaknya kita beradab dengan adab-adab penggunaannya[1] dan pandai-pandai mensyukurinya dengan cara menggunakannya dalam kebaikan seperti dakwah, bakti kepada orang tua, menyambung silaturrohim, dan lain-lain; bukan malah sebaliknya, menggunakan HP untuk bermaksiat kepada Alloh seperti menyetel musik dan nyanyian, pacaran, menyebarkan fitnah dan kedustaan, dan sebagainya.
Alat kecil dan unik ini pada saat sekarang bak jamur di musim hujan yang dikonsumsi oleh hampir semua lapisan masyarakat baik miskin atau kaya, kecil atau dewasa, pria atau wanita, pelajar atau orang biasa. Seakan-akan hampir semua kantong tak sepi darinya.
Namun, seiring dengan beredarnya HP ini, muncul juga segudang masalah dan pertanyaan yang mencuat berkaitan dengan HP, ada yang bertanya tentang hukum nada musiknya, ada yang bertanya tentang hukum foto kameranya[2], ada yang bertanya tentang hukum membawa HP yang berisi program al-Qur‘an ke WC[3], ada yang bertanya tentang hukum menggunakan nada lantunan ayat al-Qur‘an dan adzan sebagai nada panggil dan tunggu[4], dan seabrek masalah lainnya yang banyak sekali.
Di antaranya sekian banyak persoalan tersebut, yang menjadi inti pembahasan kita di sini yaitu hukum seorang yang sedang sholat mematikan nada dering HP yang dapat mengganggu kekhusyukan sholat, apakah hal ini termasuk gerakan yang diperbolehkan ataukah tidak?! Anda ingin tahu jawabannya? Ikutilah pembahasan selanjutnya!
Macam-Macam Gerakan Dalam Sholat
Sebelum memasuki pembahasan, perkenanlah kami memaparkan terlebih dahulu pembagian yang dilakukan ulama tentang hukum gerakan dalam sholat, karena hal itu ada korelasinya yang sangat erat dengan bahasan kita sekarang. Ketahuilah wahai saudaraku seiman—semoga Alloh merahmatimu—bahwa para ulama membagi gerakan dalam sholat menjadi lima hukum:
1.    Wajib yaitu gerakan untuk suatu kewajiban dalam sholat, seperti gerak untuk menghadap kiblat, melepas peci yang terkena najis, dan sebagainya.
2.    Sunnah yaitu gerakan untuk suatu sunnah dalam sholat, seperti gerak untuk memperbaiki shof (barisan sholat) yang kurang lurus.
3.    Mubah yaitu gerakan yang sedikit karena ada hajat (kebutuhan) seperti menggaruk kulit yang gatal atau membetulkan baju.[5]
4.    Makruh yaitu gerakan yang sedikit tanpa ada hajat seperti membunyikan telapak tangan, melihat-lihat jam.
5.    Haram yaitu gerakan yang banyak, berkesinambungan, dan bukan karena darurat. Patokannya adalah adat masyarakat setempat. Sekiranya mereka menilai kalau orang yang melakukan gerakan tersebut berarti bukan sedang dalam sholat, seperti kalau ada seorang di tengah-tengah sholat menjawab telepon dan mengirim SMS, maka hal ini membatalkan sholatnya.[6]
Dalil-Dalil Tentang Bolehnya Gerakan Saat Sholat Apabila Ada Hajat
Ada beberapa dalil yang sangat jelas menunjukkan bolehnya gerakan seperti mematikan dering HP di tengah sholat ini. Kami cukupkan di sini beberapa saja:
Dalil Pertama:
عَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ، إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ : مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَائِكُمْ نِعَالِكُمْ قَالُوْا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَام أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sholat mengimami para sahabat, tiba-tiba beliau melepas sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya. Tatkala para sahabat melihat hal itu, maka mereka pun langsung melepas sandal-sandal mereka. Setelah selesai sholat, maka Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Kenapa kalian melepas sandal-sandal kalian?’ Mereka mengatakan, ‘Karena kami melihat engkau melepas sandal, maka kami juga melepas sandal kami.’ Selanjutnya Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam tadi datang kepadaku seraya mengabarkan kepadaku bahwa pada sandalku ada najisnya.’” (HR. Abu Dawud: 650, Ahmad: 3/20, Ibnu Khuzaimah: 1017, Ibnu Hibban 5/560)
Dalam hadits ini secara jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan di tengah sholat yaitu melepas sandal.
Dalil Kedua:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هو شَيْطَانٌ
“Apabila salah seorang di antara kalian sholat menghadap sutroh (pembatas) dari manusia, lalu ada seorang yang ingin untuk lewat di depannya maka hendaknya dia menahannya, kalau masih tidak mau maka hendaknya dilawan karena dia adalah setan.” (HR. al-Bukhori: 487 dan Muslim: 259)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada orang yang sedang sholat untuk menghalangi orang yang hendak lewat di depannya. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu termasuk gerakan dalam sholat.
Dalil Ketiga:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ d قَالَ : نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ s وَالنَّبِيُّ n عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَقُمْتُ على يَسَارِهِ فَأَخَذَنِيْ فَجَعَلَنِيْ عَنْ يَمِينِهِ
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Saya pernah tidur di rumah bibi Maimunah radhiallahu ‘anhaketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal bersamanya malam itu, beliau kemudian berwudhu lalu sholat malam, saya pun berdiri sholat di samping kirinya, lalu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menarikku dan meletakkanku di samping kanannya….” (HR. al-Bukhori: 666 dan Muslim: 184)[7]
Dalam hadits ini juga Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan di tengah sholat karena ada tujuannya.
Sebenarnya, masih banyak dalil-dalil lainnya lagi yang menunjukkan bolehnya gerakan di tengah sholat apabila memang ada hajatnya. Namun, menurut kami tiga hadits di atas cukup untuk mewakili lainnya.
Hukum Mematikan HP yang Berdering Saat Sholat
Setelah kita mengetahui pembagian gerakan dalam sholat dan dalilnya, lantas masuk kategori manakah gerakan untuk mematikan HP di tengah sholat?!
Perlu diketahui bahwa hendaknya bagi seorang yang akan sholat untuk mematikan HP-nya terlebih dahulu atau men-silent (mendiamkannya, mematikan nada deringnya) agar tidak mengganggu jama’ah sholat di tengah sholat berjalan.
Apabila memang ada seorang yang tidak melakukan hal itu, kemudian HP-nya berdering di tengah sholat maka kewajibannya adalah untuk mematikannya sekalipun tangannya perlu bergerak ke saku baju padahal dia sedang sholat, sebab gerakan ini termasuk gerakan yang sedikit untuk suatu hajat, bahkan mayoritas ulama berpendapat bahwa menoleh apabila sedikit maka tidak membatalkan sholat[8], lantas bagaimana kiranya dengan mematikan HP tanpa menoleh, tentu lebih boleh hukumnya. Apalagi, jika seorang tidak mematikan HP di tengah sholat niscaya akan mengganggu kekhusyukan dirinya dan jama’ah lainnya yang sedang melakukan sholat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah pernah menjelaskan bahwa gerakan dalam sholat untuk menggaruk badan dan membenarkan baju adalah agar tidak mengganggu orang yang sholat, kata beliau, “Karena menghilangkan sebab-sebab yang mengganggu orang sholat dapat membantunya untuk terus khusyuk dalam sholat yang sangat dianjurkan dalam agama.”[9]
Kesimpulannya, hendaknya seorang menonaktifkan HP terlebih dahulu ketika akan sholat. Namun, apabila berdering di tengah sholat dan dapat mengganggu kekhusyukan maka boleh—bahkan wajib—baginya untuk mematikannya sekalipun dia tengah sedang melakukan sholat, sebab jika tidak maka akan mengganggu kekhusyukan sholat. Semua itu dengan syarat apabila dia tidak menambah dengan gerakan-gerakan lainnya seperti melihat nama dan nomor penelepon dan sebagainya.[10]
Dampak Negatif Tidak Mematikan Dering HP Saat Sholat
Penulis masih ingat betul bahwa pernah suatu saat ketika kami sholat di Jami’ Ibnu Utsaimin, tiba-tiba ada dering nada musik yang mengganggu konsentrasi sholat dan sang pemiliknya cukup lama tidak segera mematikan HP-nya. Maka usai sholat, sang imam masjid, Syaikhuna Sami bin Muhammad hafizhahullah langsung memberikan ceramah singkat. Di antara yang beliau sebutkan ialah bahwa dering nada HP di tengah sholat dan tidak segera mematikannya adalah tidak boleh dan memiliki banyak kerusakan, di antaranya:
·         Mengganggu kaum muslimin yang sedang melakukan sholat, padahal mengganggu dan menyakiti seorang muslim hukumnya haram dan termasuk dosa. Alloh berfirman:
وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا ﴿٥٨﴾
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. al-Ahzab [33]: 58)
·         Deringnya HP di tengah sholat merupakan perkara yang tidak ada faedahnya sama sekali dan sia-sia belaka, sebab apakah dia mau menjawab dan berbicara ketika tengah sholat?!
·         Perbuatan ini bisa dikategorikan pelecehan kepada Alloh. Sebab, bagaimana mungkin seorang yang sedang bermunajat kepada Alloh namun malah seperti itu kondisinya. Bukankah kalau seorang melakukan hal itu di hadapan presiden—misalnya—maka dianggap meremehkannya, lantas bagaimana dengan Alloh yang jauh lebih kita agungkan?!
·         Perbuatan ini menodai kehormatan masjid, karena hal-hal itu tidaklah pantas di rumah Alloh yang agung dan mulia?
·         Lebih parah lagi, apabila nada dering yang bunyinya adalah musik dan nyanyian—yang jelas haram hukumnya—maka keharamannya berlipat ganda.
Demikianlah pembahasan kita tentang masalah ini. Semoga hal ini menjadi nasihat dan tambahan ilmu bagi kita semua.
Daftar Referensi
1.    Masa‘il Mu’ashiroh Mimma Ta‘ummu Biha al-Balwa Fil Ibadat. Nayif bin Jam’an Juraidan. Daru Kunuz Isybiliya, KSA, cet. pertama, 1430 H.
2.    Ahkamu al-Harokah Fish Sholah. Dr. Sa’aduddin bin Muhammad al-Kibbi. Maktabah Ma’arif, KSA, cet. pertama, 1428 H.
3.    Adabul Hathif. Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid. Darul Ashimah, KSA, cet. kedua, 1418 H
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
artikel www.abiubaidah.com

[1]     Lihat adab-adab telepon dan HP secara bagus dalam risalah Adabul Hathif karya Syaikh Bakr Abu Zaid.
[2]     Lihat Shina’ah Shuroh Bil Yad hlm. 53–58 karya Dr. Abdulloh ath-Thoyyar.
[3]     Lihat Fiqhu Nawazil: 2/36 karya Dr. Muhammad al-Jizani.
[4]     Lihat Adabul Hathif hlm. 20–21 karya Syaikh Bakr Abu Zaid.
[5]     Lihat atsar Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu tentang hal ini, diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhori dalam Shohih-nya. (Fathul Bari: 3/94)
[6]     Lihat al-Furuq wat Taqosim al-Badi’ah an-Nafi’ah hlm. 117 karya Syaikh as-Sa’di dan Syarh Mumti’: 3/356–358 karya Syaikh Ibnu Utsaimin. Dan lihat masalah gerakan dalam sholat secara rinci (detail) dalam risalah berjudul Ahkamul Harokah Fish Sholat karya Dr. Sa’duddin bin Muhammad al-Kibbi.
[7]     Faedah: Hadits ini memuat banyak sekali faedah, sebagian penulis menghimpun faedah-fedah yang terkandung di dalamnya, sehingga mampu mencapai seratus faedah. Lihat buku 100 Faedah Muhimmah fi Haditsin Li Habril Ummah karya Muhammad bin Hasan al-Bulqosi.
[8]     At-Tamhid: 21/103 karya Ibnu Abdil Barr, al-Mughni: 1/696 karya Ibnu Qudamah.
[9]     Fathul Bari: 3/94
[10]    Lihat Ahkamul Harokah Fish Sholah hlm. 63 karya Dr. Sa’duddin al-Kibbi dan Masa‘il Mu’ashiroh Mimma Ta‘ummu Biha al-Balwa Fi Fiqhil Ibadat hlm. 324–327 karya Nayif bin Jam’an Juraidan.
Related posts:

Read more

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting